
Beberapa waktu yang lalu telah terjadi sebuah momentum yang bisa jadi akan mewarnai dan menentukan arah dinamika sepakbola di kota kembang untuk masa yang akan datang. Momentum yang dimaksud adalah perubahan fundamental ditubuh PT.Persib Bandung Bermartabat (PBB) saat seorang Umuh Muhtar menggantikan posisi Chandra Solehan sebagai direktur utama PT.PBB. Mengapa penulis menganggap bahwa momentum sesungguhnya bukanlah saat PT.PBB didirikan pada tahun lalu? Karena jika kita cermati secara komprehensif maka PT.PBB yang didirikan diakhir tahun lalu hanyalah sebuah “PT-PT an” yang didaftarkan untuk sekedar mengejar deadline dan memenuhi syarat formil dari BLI(Badan Liga Indonesia), maka tak perlu heran jika orang-orang yang terlibat di PT.PBB gagal melaksanakan tugasnya terutama dalam hal pengupayaan dana untuk tim Persib, karena dalam keadaan “dipaksa profesional” seperti itu maka tak ada paradigma dan totalitas yang mumpuni untuk menjalankan PT.PBB seperti Perseroan Terbatas pada umumnya yang memiliki bidang usaha yang jelas, berorientasi pada keuntungan(provit) dll. Bahkan yang lebih menggelitik adalah munculnya BPP (Badan Pengelola Persib) yang diposisikan sebagai pendamping dan merampungkan PT.PBB yang konon pada saat itu dikatakan belum terbentuk seutuhnya, meski pada kenyataannya BPP lebih terlihat sebagai sebuah siasat agar Persib dapat kembali menikmati dana APBD dimusim lalu, karena jika tak melalui BPP maka pengucuran alokasi dana hibah untuk Persib akan terbentur 2 regulasi yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Menuju PT yang sesungguhnya
Dan untuk musim mendatang, tampaknya Persib memang benar-benar tak dapat lagi menyiasati regulasi untuk kembali mereguk dana APBD karena konsekuensi hukumnya sangat jelas dan nyata, tanyakan saja hal itu kepada Dada Rosada selaku walikota Bandung yang juga mantan ketua BPP. Bahkan Dada sempat melontarkan ucapan yang beraroma keputusasaan saat menyatakan Persib tak akan berpartisipasi dikompetisi liga super mendatang karena kesulitan dana, sebuah pernyataan yang sebenarnya sangat dapat dimaklumi, karena Dada mengetahui bahwa dirinya tak ingin diciduk aparat hukum dan KPK “hanya” karena nekad menerobos rambu hukum demi kelangsungan Persib, sedangkan disisi lain PT.PBB yang diharapkan mampu menjadi solusi justru gagal dan menunjukkan kinerja mengecewakan. Maka dengan pergantian vital dijajaran dewan direksi kali ini, seluruh pecinta Persib boleh berharap banyak dan kembali optimis mengenai masa depan klub yang mereka banggakan. Terpilihnya seorang yang berlatar belakang pengusaha dan tanpa embel-embel birokrat sebenarnya telah memulai aroma PT yang sesungguhnya ditubuh PERSIB, jika kita mengacu kepada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang menghendaki terwujudnya Good Corporate Governance maka swasta minded adalah sebuah keniscayaan dan para pejabat publik serta unsur birokrat praktis memang harus menyingkir karena regulasi tak memperbolehkan mereka untuk terlibat langsung. Dan tantangan berat menanti direktur utama yang baru, bersama-sama jajaran komisaris mereka akan menyusun dan menentukan nama-nama yang akan duduk didewan direksi, nama-nama ini benar-benar harus memiliki komitmen serta kapasitas yang teruji karena merekalah yang kelak akan menjalankan dan menentukan masa depan PT.PBB, hal ini tidaklah mudah karena berkaitan dengan kultur dan itikad serta keberanian untuk mendobrak status quo, Ya!... selama ini Persib memang bak rezim yang hanya dikuasai dan dimainkan oleh segelintir elit, lihat saja nama-nama yang bercokol dari era perserikatan hingga era liga super, maka akan muncul benang merah mengenai nama-nama yang duduk dikepengurusan, dan upaya ini semakin tidak mudah dengan kultur birokrat minded yang menjangkiti dunia olahraga ditanah air, lihat saja nama-nama yang memiliki peranan penting disetiap organisasi olahraga tanah air (tidak hanya sepakbola), niscaya kita akan menemukan nama-nama yang memang kuat secara politis (pejabat daerah dan anggota dewan), karena memang merekalah yang memiliki berbagai akses termasuk akses dalam pengupayaan dana segar. Lalu apakah bapak-bapak pejabat itu akan dengan sukarela menyingkir dari Persib yang notabene adalah sumber popularitas dan alat sosial yang efektif? Rasanya tidak secepat itu, apalagi dimasa transisi seperti ini dimana perubahan radikal justru akan menjadi sebuah shock culture yang membahayakan dan tidak produktif. Namun sebuah semangat dan keyakinan serta itikad baik tetap harus dikobarkan, karena difase inilah klub sepakbola profesional memasuki masa-masa paling sulit dan serba dilematis, dan jangan lupakan jika sebenarnya Persib sejak awal telah memiliki potensi dan modal sosial yang luar biasa besar, dengan fans yang secara kuantitas dapat dipandang sebagai potensi pasar permanen serta nama besar yang menjual seharusnya Persib tak akan kesulitan menarik investor serta mengupayakan dana dari sektor-sektor konvensional seperti tiket, sponsorship, hak siar dan merchandise, asalkan orang-orang yang mengurusnya memang memiliki komitmen serta kredibilitas tinggi sehingga kepercayaan yang menjadi modal utama untuk memulai sebuah kerjasama komersial tak akan sulit didapat, selamat berjuang PT.PBB!.
0 komentar:
Posting Komentar